Membersihkan lantai yang kotor harus menggunakan sapu yang
bersih, sebab sapu yang kotor tidak akan dapat membersihkan lantai yang
kotor. Sapu yang kotor malah dapat membuat lantai yang disapu menjadi
lebih kotor lagi, kotoran yang ada disapu akan mengotori lantai yang
sedang dibersihkan. Analogi tersebut tepat bila diibaratkan dengan
pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemberantasan korupsi harus
dilakukan oleh para penegak hukum yang bersih dari perilaku dan sikap
yang korup. Jika aparat penegak hukum juga terlibat dan main-main dengan
persoalan korupsi maka tidak bisa diharapkan lagi pemberantasan korupsi
di negara ini akan berjalan sesuai harapan rakyat dan the founding fathers
bangsa. Faktanya, institusi dan aparat penegak hukum yang berwenang
memberantas korupsi saat ini tengah disorot oleh publik dan media karena
banyak yang terlibat dalam kasus korupsi, baik itu di kepolisian,
kejaksaan, maupun kehakiman. Hal ini tentu saja akan membuat
pemberantasan korupsi lebih lama dan berliku. Ibaratkan lantai yang
kotor, debu dan kotorannya sudah semakin tebal dan berkerak. Maka kepada
siapa lagi kita akan berharap?
Korupsi memang menjadi masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah
dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Korupsi sudah mengakar di
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan sudah menjadi “budayanya
Indonesia”. Oleh karena itu upaya membersihkan Indonesia dari gurita
korupsi di perlukan peran dari semua pihak, salah satunya adalah
perguruan tinggi. Muncul ide agar budaya korupsi itu pelan-pelan
dihilangkan lewat pendidikan. Mungkinkah? Apakah pendidikan kita dapat
menjadi sarana untuk menekankan nilai "anti-korupsi" ?
Persoalan korupsi di Indonesia kini semakin subur dan massif serta
berdampak sistemik dalam semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarah menunjukkan, perguruan tinggi selalu menjadi simbol perlawanan,
tanpa terkecuali terhadap kejahatan korupsi, meskipun perguruan tinggi
pun tak luput dari jerat kejahatan korupsi seperti yang diberitakan oleh
beberapa media belakangan.
Perguruan tinggi yang di dalamnya ada mahasiswa dan dosen merupakan perwujudan masyarakat sipil (civil society)
yang dapat menjadi lokomotif dan pelopor pemberantasan korupsi di
negara ini. Pemberantasan korupsi tidak boleh sepenuhnya diserahkan
kepada aparat penegak hukum yang diindikasi banyak terlibat dalam
praktik korupsi. Sebagai perwujudan masyarakat sipil perguruan tinggi
dapat menjadi gerakan penyeimbang dan kontrol terhadap lembaga penegak
hukum dan aparat keamanan yang berwenang memberantas korupsi. Kontrol
tentu tidak bisa dimaksudkan sebagai upaya intervensi terhadap proses
persidangan dan penyelidikan kasus korupsi yang sedang berlangsung.
Namun lebih kepada upaya untuk menyampaikan kritik, masukan, saran dan
evaluasi terhadap proses pemberantasan korupsi yang dilakukan.
Strategi Preventif
Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat terbaik untuk
menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai anti-korupsi. mahasiswa yang akan
menjadi tulang punggung bangsa di masa mendatang sejak dini harus
diajar dan dididik untuk membenci serta menjauhi praktek korupsi. Bahkan
lebih dari itu, diharapkan dapat turut aktif memeranginya. Dengan cara
melakukan pembinaan pada aspek mental, spiritual, dan moral, Karena,
orientasi pendidikan nasional kita mengarahkan manusia Indonesia untuk
menjadi insan yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Berkaitan
dengan itu maka perguruan tinggi harus mengadakan penyelenggaraan
program pendidikan anti korupsi, hal ini dapat dimulai dengan
diadakannya pembuatan kurikulum dan modul pendidikan anti korupsi.
Pendidikan anti korupsi tersebut bertujuan menanamkan nilai-nilai
kejujuran dan keluhuran moral sejak dini kepada para mahasiswa.
Pada tataran internal kelembagaan, perguruan tinggi itu sendiri pun
juga harus menerapkan sistem yang transparan dan terbuka, mudah diakses
dan terevaluasi. Dengan begitu, baik keluarga besar kampus, terutama
mahasiswa, maupun pihak di luar kampus dapat mengontrol berjalannya
sistem di dalam kampus yang transparan dan akuntabel, terutama dalam
persoalan keuangan, penerimaan mahasiswa baru, rekrutmen dosen dan
karyawan, serta persoalan lain yang sensitif di mata publik. Perguruan
tinggi juga harus berani memasang poster, spanduk, baliho dan beragam
alat peraga lain yang berisi tulisan “kampus bebas korupsi”, jika itu
dilakukan, maka secara moril kampus memiliki tanggung jawab yang luar
biasa besar untuk terus berusaha “membersihkan diri” dari praktik
korupsi. karena sampai sejauh ini, perguruan tinggi masih belum terjamah
oleh isu-isu antikorupsi. Padahal, tidak ada jaminan bahwa perguruan
tinggi terbebas dari praktik korupsi.
Strategi Investigative
Hal ini didasarkan pada fenomena kampus yang hanya memproduksi SDM
untuk kebutuhan pasar, hal itu jelas mengikis peran kampus yang
sesungguhnya. Semestinya perguruan tinggi mengadakan suatu lembaga
kajian dan penelitian yang fokus pada penelitian dan pemberdayaan
masyarakat sipil untuk ikut bersama-sama memberantas korupsi. Lembaga
kajian dan penelitian ini proaktif dalam menerima pengaduan masyarakat
yang melihat, mendengar, atau mengetahui adanya tindakan korupsi yang
terjadi. Lembaga kajian ini perlu rutin mendatangi dan memantau proses
peradilan kasus-kasus dugaan korupsi yang berlangsung di pengadilan
negeri setempat. Dengan begitu, akan banyak temuan, data dan hal-hal
menarik terkait kasus korupsi yang masuk ke kejaksaan dan pengadilan
negeri.
Selain itu Perguruan tinggi juga harus bekerja sama dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam meneruskan pengaduan masyarakat
terhadap adanya indikasi temuan perbuatan korupsi di daerah. Hal
dilakukan bukan untuk memperpanjang alur birokrasi pelaporan kasus
dugaan korupsi, melainkan salah satu upaya “jemput bola” dari perguruan
tinggi untuk proaktif mendekatkan warga dengan institusi penegak hukum.
Strategi Edukatif
Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan memiliki peran penting
untuk menumbuhkan kesadaran bagi setiap individu untuk tidak melakukan
korupsi, hal tersebut terasa penting karena benteng pencegahan korupsi
adalah sikap mental setiap individu untuk tidak melakukan kejahatan
korupsi yang bisa ditumbuhkan oleh lembaga pendidikan semisal perguruan
tinggi.
Upaya ini misalnya dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan
kepada masyarakat mengenai bahaya melakukan tindakan korupsi karena pada
nantinya akan mengancam dan merugikan kehidupan masyarakat sendiri.
Serta menghimbau agar masyarakat ikut serta dalam menindaklanjuti
(berperan aktif) dalam memberantas tindakan korupsi yang terjadi di
sekitar lingkungan mereka. Selain itu, masyarakat dituntut lebih kritis
terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa kurang relevan. Maka
masyarakat sadar bahwa korupsi memang harus dilawan dan dimusnahkan
dengan mengerahkan kekuatan secara massif, artinya bukan hanya
pemerintah saja melainkan seluruh lapisan masyarakat.
Perguruan tinggi juga perlu melakukan sosialisasi dan penyadaran
sekolah bebas korupsi, secara kontinyu ke sekolah-sekolah dan lembaga
pendidikan di bawahnya. Dunia pendidikan yang dipelopori kampus harus
mampu mewujudkan paradigma luhur dan mulia. Jika perlu, setiap kampus
memiliki sekolah binaan atau percontohan yang dapat menjadi prototipe
dari perwujudan paradigma luhur dan mulia tersebut.. Sekolah yang
menerapkan asas kejujuran dalam semua aspek kehidupannya berhasil dan
sukses dalam melahirkan siswa dan peserta didik yang berprestasi dan
sukses.
Peran perguruan tinggi yang menggodok dan melahirkan sarjana
pendidikan memiliki peran strategis untuk melahirkan pada guru dan
pendidik yang memiliki paradigma dan orientasi penanaman nilai-nilai
moral pemberantasan korupsi. Hal tersebut sangat penting untuk
mengarahkan anak didik dan siswa kepada kesadaran untuk hidup bebas dari
korupsi.
Ekspektasi
Sebagai agen perubahan (agent of change), perguruan tinggi
perlu menjadi pelopor utama dari gerakan kultural pemberantasan korupsi
yang kondisinya sudah semakin memprihatinkan. Perguruan tinggi yang
dianggap merupakan wadah bagi kelompok masyarakat terdidik, intelek dan
memiliki kepribadian luhur memiliki peran penting dan strategis dalam
pemberantasan korupsi di tengah-tengah masyarakat. Ke depan, perguruan
tinggi diharapkan betul-betul menjadi prototipe dari sebuah lembaga yang menjalankan sistem dan tata kelola institusi yang menerapkan prinsip clean and good governance
sehingga memungkinkan terbangunnya sebuah tatanan miniatur masyarakat
yang bebas dari korupsi dan menjadi benteng utama pertahanan bangsa dan
negara ini dari segala hal yang berbau korupsi. Maka, gerakan
pemberantasan korupsi oleh perguruan tinggi dan mahasiswa sebagai
penggerak utamanya merupakan gerakan kultural yang berjalan secara
terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang atau bahkan bisa long life campaign, yaitu kampanye sepanjang hayat dalam pemberantasan korupsi.