Rabu, 26 Desember 2012

Peran Strategis Perguruan Tinggi Dalam Pemberantasan Korupsi

Membersihkan lantai yang kotor harus menggunakan sapu yang bersih, sebab sapu yang kotor tidak akan dapat membersihkan lantai yang kotor. Sapu yang kotor malah dapat membuat lantai yang disapu menjadi lebih kotor lagi, kotoran yang ada disapu akan mengotori lantai yang sedang dibersihkan. Analogi tersebut tepat bila diibaratkan dengan pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemberantasan korupsi harus dilakukan oleh para penegak hukum yang bersih dari perilaku dan sikap yang korup. Jika aparat penegak hukum juga terlibat dan main-main dengan persoalan korupsi maka tidak bisa diharapkan lagi pemberantasan korupsi di negara ini akan berjalan sesuai harapan rakyat dan the founding fathers bangsa. Faktanya, institusi dan aparat penegak hukum yang berwenang memberantas korupsi saat ini tengah disorot oleh publik dan media karena banyak yang terlibat dalam kasus korupsi, baik itu di kepolisian, kejaksaan, maupun kehakiman. Hal ini tentu saja akan membuat pemberantasan korupsi lebih lama dan berliku. Ibaratkan lantai yang kotor, debu dan kotorannya sudah semakin tebal dan berkerak. Maka kepada siapa lagi kita akan berharap?
Korupsi memang menjadi masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Korupsi sudah mengakar di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan sudah menjadi “budayanya Indonesia”. Oleh karena itu upaya membersihkan Indonesia dari gurita korupsi di perlukan peran dari semua pihak, salah satunya adalah perguruan tinggi. Muncul ide agar budaya korupsi itu pelan-pelan dihilangkan lewat pendidikan. Mungkinkah? Apakah pendidikan kita dapat menjadi sarana untuk menekankan nilai "anti-korupsi" ?
Persoalan korupsi di Indonesia kini semakin subur dan massif serta berdampak sistemik dalam semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah menunjukkan, perguruan tinggi selalu menjadi simbol perlawanan, tanpa terkecuali terhadap kejahatan korupsi, meskipun perguruan tinggi pun tak luput dari jerat kejahatan korupsi seperti yang diberitakan oleh beberapa media belakangan.
Perguruan tinggi yang di dalamnya ada mahasiswa dan dosen merupakan perwujudan masyarakat sipil (civil society) yang dapat menjadi lokomotif dan pelopor pemberantasan korupsi di negara ini. Pemberantasan korupsi tidak boleh sepenuhnya diserahkan kepada aparat penegak hukum yang diindikasi banyak terlibat dalam praktik korupsi. Sebagai perwujudan masyarakat sipil perguruan tinggi dapat menjadi gerakan penyeimbang dan kontrol terhadap lembaga penegak hukum dan aparat keamanan yang berwenang memberantas korupsi. Kontrol tentu tidak bisa dimaksudkan sebagai upaya intervensi terhadap proses persidangan dan penyelidikan kasus korupsi yang sedang berlangsung. Namun lebih kepada upaya untuk menyampaikan kritik, masukan, saran dan evaluasi terhadap proses pemberantasan korupsi yang dilakukan.

Strategi Preventif
Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai anti-korupsi. mahasiswa yang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa mendatang sejak dini harus diajar dan dididik untuk membenci serta menjauhi praktek korupsi. Bahkan lebih dari itu, diharapkan dapat turut aktif memeranginya. Dengan cara melakukan pembinaan pada aspek mental, spiritual, dan moral, Karena, orientasi pendidikan nasional kita mengarahkan manusia Indonesia untuk menjadi insan yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Berkaitan dengan itu maka perguruan tinggi harus mengadakan penyelenggaraan program pendidikan anti korupsi, hal ini dapat dimulai dengan diadakannya pembuatan kurikulum dan modul pendidikan anti korupsi. Pendidikan anti korupsi tersebut bertujuan menanamkan nilai-nilai kejujuran dan keluhuran moral sejak dini kepada para mahasiswa.
Pada tataran internal kelembagaan, perguruan tinggi itu sendiri pun juga harus menerapkan sistem yang transparan dan terbuka, mudah diakses dan terevaluasi. Dengan begitu, baik keluarga besar kampus, terutama mahasiswa, maupun pihak di luar kampus dapat mengontrol berjalannya sistem di dalam kampus yang transparan dan akuntabel, terutama dalam persoalan keuangan, penerimaan mahasiswa baru, rekrutmen dosen dan karyawan, serta persoalan lain yang sensitif di mata publik. Perguruan tinggi juga harus berani memasang poster, spanduk, baliho dan beragam alat peraga lain yang berisi tulisan “kampus bebas korupsi”, jika itu dilakukan, maka secara moril kampus memiliki tanggung jawab yang luar biasa besar untuk terus berusaha “membersihkan diri” dari praktik korupsi. karena sampai sejauh ini, perguruan tinggi masih belum terjamah oleh isu-isu antikorupsi. Padahal, tidak ada jaminan bahwa perguruan tinggi terbebas dari praktik korupsi.

Strategi Investigative
Hal ini didasarkan pada fenomena kampus yang hanya memproduksi SDM untuk kebutuhan pasar, hal itu jelas mengikis peran kampus yang sesungguhnya. Semestinya perguruan tinggi mengadakan suatu lembaga kajian dan penelitian yang fokus pada penelitian dan pemberdayaan masyarakat sipil untuk ikut bersama-sama memberantas korupsi. Lembaga kajian dan penelitian ini proaktif dalam menerima pengaduan masyarakat yang melihat, mendengar, atau mengetahui adanya tindakan korupsi yang terjadi. Lembaga kajian ini perlu rutin mendatangi dan memantau proses peradilan kasus-kasus dugaan korupsi yang berlangsung di pengadilan negeri setempat. Dengan begitu, akan banyak temuan, data dan hal-hal menarik terkait kasus korupsi yang masuk ke kejaksaan dan pengadilan negeri.
Selain itu Perguruan tinggi juga harus bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam meneruskan pengaduan masyarakat terhadap adanya indikasi temuan perbuatan korupsi di daerah. Hal dilakukan bukan untuk memperpanjang alur birokrasi pelaporan kasus dugaan korupsi, melainkan salah satu upaya “jemput bola” dari perguruan tinggi untuk proaktif mendekatkan warga dengan institusi penegak hukum.

Strategi Edukatif
Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan memiliki peran penting untuk menumbuhkan kesadaran bagi setiap individu untuk tidak melakukan korupsi, hal tersebut terasa penting karena benteng pencegahan korupsi adalah sikap mental setiap individu untuk tidak melakukan kejahatan korupsi yang bisa ditumbuhkan oleh lembaga pendidikan semisal perguruan tinggi.
Upaya ini misalnya dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya melakukan tindakan korupsi karena pada nantinya akan mengancam dan merugikan kehidupan masyarakat sendiri. Serta menghimbau agar masyarakat ikut serta dalam menindaklanjuti (berperan aktif) dalam memberantas tindakan korupsi yang terjadi di sekitar lingkungan mereka. Selain itu, masyarakat dituntut lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa kurang relevan. Maka masyarakat sadar bahwa korupsi memang harus dilawan dan dimusnahkan dengan mengerahkan kekuatan secara massif, artinya bukan hanya pemerintah saja melainkan seluruh lapisan masyarakat.
Perguruan tinggi juga perlu melakukan sosialisasi dan penyadaran sekolah bebas korupsi, secara kontinyu ke sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan di bawahnya. Dunia pendidikan yang dipelopori kampus harus mampu mewujudkan paradigma luhur dan mulia. Jika perlu, setiap kampus memiliki sekolah binaan atau percontohan yang dapat menjadi prototipe dari perwujudan paradigma luhur dan mulia tersebut.. Sekolah yang menerapkan asas kejujuran dalam semua aspek kehidupannya berhasil dan sukses dalam melahirkan siswa dan peserta didik yang berprestasi dan sukses. 
Peran perguruan tinggi yang menggodok dan melahirkan sarjana pendidikan memiliki peran strategis untuk melahirkan pada guru dan pendidik yang memiliki paradigma dan orientasi penanaman nilai-nilai moral pemberantasan korupsi. Hal tersebut sangat penting untuk mengarahkan anak didik dan siswa kepada kesadaran untuk hidup bebas dari korupsi.

Ekspektasi
Sebagai agen perubahan (agent of change), perguruan tinggi perlu menjadi pelopor utama dari gerakan kultural pemberantasan korupsi yang kondisinya sudah semakin memprihatinkan. Perguruan tinggi yang dianggap merupakan wadah bagi kelompok masyarakat terdidik, intelek dan memiliki kepribadian luhur memiliki peran penting dan strategis dalam pemberantasan korupsi di tengah-tengah masyarakat. Ke depan, perguruan tinggi diharapkan betul-betul menjadi prototipe dari sebuah lembaga yang menjalankan sistem dan tata kelola institusi yang menerapkan prinsip clean and good governance sehingga memungkinkan terbangunnya sebuah tatanan miniatur masyarakat yang bebas dari korupsi dan menjadi benteng utama pertahanan bangsa dan negara ini dari segala hal yang berbau korupsi. Maka, gerakan pemberantasan korupsi oleh perguruan tinggi dan mahasiswa sebagai penggerak utamanya merupakan gerakan kultural yang berjalan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang atau bahkan bisa long life campaign, yaitu kampanye sepanjang hayat dalam pemberantasan korupsi.